BANDA ACEH – Kepala Perwakilan BKKBN Aceh Sahidal Kastri mengatakan, penyebab stunting tidak saja soal kurangnya gizi, tetapi juga banyak indikator penyebab lainnya. Untuk itu saran Sahidal, agar Tim PPS Gayo Lues, mencari akar permasalahan stunting di wilayahnya, sehingga mengetahui upaya apa yang tepat dilakukan guna pencegahan dan percepatan penurunan stunting.
Harapan ini dikemukakan Sahidal Kastri saat menjadi pemateri acara Diseminasi Audit Kasus Stunting tahun 2022 di Op Room Sekretariat Daerah Kabupaten di Kota Blangkejeren. Kamis (20/10/2022).Menurut Sahidal, validasi data adalah penting, sehingga hasilnya akurat. Ia juga meminta perlunya pendampingan terhadap enumerator (pewawancara) saat survei.
“Supaya ketika hasil survey SSGI tahun 2022 keluar nanti, jangan ada lagi ketidak puasan dengan hasil survei SSGI,” kata Sahidal.
“Kami ingin menyampaikan ketika melakukan intervensi kita harus tahu dulu Perpres Nomor 72 Tahun 2021. Di dalam Perpres, ada dua intervensi yang dilakukan yaitu spesifik dan sensentif. Ketika akar permasalah sudah diketahui, maka kita akan mengetahui intervensi apa yang prioritas dilakukan,” jelasnya.
Setiap desa sasaran memiliki akar permasalahan stunting yang berbeda-beda. Dan intervensi yang dilakukan juga pasti berbeda pula. Untuk itu kata Sahidal, perlu dilakukan audit stunting.
Selanjutanya, Sahidal mengatakan, Indikator terjadinya stunting, terkait erat dengan jarak kelahiran, pernikahan usia muda, rendahnya pemberian ASI, sanitasi yang buruk, gizi kronis, dan penyebab lainnya.
Dari aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM) bulan September sasaran baduta/balita di Gayo Lues sebanyak 8.550 anak yang terinput 5.795 dengan jumlah stunting sebesar 494 kasus. Data ini didapatkan dari 12 Puskesmas yang ada di Kabupaten Gayo Lues.
Ditambahkan Sahidal, “Kami ingin menyampaikan ketika melakukan intervensi kita harus tahu dulu Perpres Nomor 72 Tahun 2021. Di dalam Perpres, ada dua intervensi yang dilakukan yaitu spesifik dan sensentif. Ketika akar permasalah sudah diketahui, maka kita akan mengetahui intervensi apa yang prioritas dilakukan,” jelasnya.
Setiap desa sasaran memiliki akar permasalahan stunting yang berbeda-beda. Dan intervensi yang dilakukan juga pasti berbeda pula. Untuk itu kata Sahidal, perlu dilakukan audit stunting.
Selanjutanya, Sahidal mengatakan, Indikator terjadinya stunting, terkait erat dengan jarak kelahiran, pernikahan usia muda, rendahnya pemberian ASI, sanitasi yang buruk, gizi kronis, dan penyebab lainnya.
Sementara itu, Pejabat Bupati Gayo Lues Rasyidin Porang menegaskan semua stakeholder harus bergerak cepat menurunkan kasus stunting.
“Jangan ada kata tapi tapi lagi. Terus gerak cepat dan terkoordinir, agar kasus stunting di daerah kita ini cepat turun,” kata Rasyidin Porang saat membuka Diseminasi Audit Kasus Stunting tahun 2022 di Op Room Sekretariat Daerah Kabupaten, Kamis (20/10/2022) di Kota Blangkejeren.
Menurutnya, .Kabupaten Gayo Lues merupakan satu dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh dengan tingkat prevalensi stunting tertinggi pertama.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, prevalensi stunting di daerah yang dikenal sebagai Negeri 1000 Bukit ini mencapai 42,9 persen dan jauh di atas prevalensi stunting Provinsi Aceh yang berada pada prevalensi 33,2 persen.
Prevalensi 42,9 persen ini artinya dari 100 balita di Gayo Lues, sebanyak 43 adalah stunting.
” Karena itu berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dengan didukung berbagai pihak untuk percepatan penurunan stunting di wilayah yang memiliki 11 kecamatan dan 143 desa”, katanya.
Karena itu Rasyidin tegas meminta lintas sektor serius dan cepat mengintervensi penanganan stunting dan berkoordinasi dengan para pakar dan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di kabupaten.
Selanjutnya dalam kegiatan yang datanya Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) itu, Rasyidin berharap semua pihak dalam menyelesaikan persoalan stunting di Gayo Lues, perlu serumpun.
“Jangan sampai ada data yang berbeda-beda. Dan intervensi yang dilakukan tepat dan cepat. Kalau perlu kita mencontoh Bener Meriah. Tidak ada salahnya mencontoh hal yang baik. Terkait data, kalau data saja berbeda-beda, kita akan bingung menentukan mana prioritas dan intervensi yang perlu dilakukan,” kata Rasyidin di depan Camat, Pengulu (kepala desa/keuchik), para pakar, anggota Komisi D DPRK Gayo Lues, IBI, TP PKK, TNI, dan Polri.( Rel/ Udin)