Wisata  

Hanyut dalam cerita masa kejayaan rempah Aceh di lomba mengarang dan hikayat PKA 8

Lomba mengarang dan hikayat pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 di Taman Seni Budaya, Banda Aceh diikuti 14 perwakilan dari kabupaten/kota.

Peserta lomba mengarang dan hikayat yang dilaksanakan pada 9-10 November 2023 ini di antaranya Aceh Selatan, Nagan Raya, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Timur, Aceh Jaya, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Langsa, Banda Aceh, Aceh Barat Daya, Aceh Barat, dan Bireuen.

Masing-masing peserta menunjukkan penampilan terbaik dalam mengarang dan membawakan hikayat dengan tema “Rempahkan Bumi, Pulihkan Dunia”.

Seperti hikayat yang dibawakan Abdul Hadi, peserta dari perwakilan Kabupaten Pidie Jaya, menceritakan tentang jalur rempah dan masa kejayaan Aceh.

Dalam hikayatnya disebutkan pada masa kerajaan, Aceh membuka hubungan diplomasi dengan kerajaan Turki Usmani, sehingga masa itu kedua belah pihak sepakat menjalin kerja sama di bidang perdagangan.

Aceh yang terkenal dengan kekayaan alamnya, membawa hasil bumi untuk diperdagangkan ke Turki dan sejumlah negara Eropa lewat jalur laut.

Muhammad Yusuf Bombang, salah seorang dewan juri pada lomba mengarang dan hikayat menjelaskan, ada beberapa unsur penilaian yang harus dipenuhi masing-masing peserta.

“Penilaian dalam mengarang hikayat ini lebih ke struktur hikayat, bahasa, unsur sastra, persajakan, peusantok bunyi istilahnya. Kemudian irama penilaian juga, ini sudah masuk dalam nilai baca, karena masing masing peserta selain membawa hikayat juga harus mengarang ceritanya sendiri,” kata Yusuf, Jumat, 10 Noember 2023.

Pria yang kerap disapa Apa Kaoi itu mengatakan, peserta diberi durasi selama 17 menit untuk membawa hikayat dengan tema yang telah ditentukan.

“Temanya tentang PKA-8 rempahkan bumi pulihkan dunia. Sehingga hikayat yang dibawakan harus ada kaitannya dengan tema tersebut. Boleh saja dia menceritakan tentang kehidupan masa kini, tapi harus ada kaitannya dengan jalur rempah,” ujarnya.

Apa Kaoi menilai, penampilan dari 14 peserta tersebut umumnya sudah sangat bagus, baik dari cara mereka membawa hikayat ataupun pakaian adat yang digunakan masing-masing peserta. “Umumnya sudah bagus, tapi namanya kompetisi kan ada penilaian,” katanya.

Dalam catatan sejarahnya, Aceh dikenal dengan kegigihan melawan penjajah Belanda sehingga masyarakat Aceh dalam kesehariannya sibuk berperang.

“Aceh kan selalu dalam gejolak perang, sehingga karya tulis kurang, lebih ke karya lisan. Ini sudah ada sejak sebelum Kerajaan Samudera Pasai. Karena sibuk berperang, masyarakat Aceh tidak sempat menulis sehingga dituangkan dalam sastra lisan lewat hikayat,” ungkap Apa Kaoi.

Menurut Apa Kaoi, lomba mengarang dan hikayat pada PKA-8 ini sebagai bentuk melestarikan kebudayaan Aceh dari pengaruh budaya luar. Sebab, hikayat merupakan seni tutur yang telah ada sejak jaman dahulu dalam kehidupan masyarakat Aceh sehari-hari.

“Saat ini kan banyak pengaruh budaya luar, sehingga pemerintah harus membuka ruang sebesar-besarnya kepada sastra hikayat, supaya generasi milenial tidak asing dengan hikayat,” pungkasnya.

Adapun pemenang lomba mengarang dan hikayat PKA-8, juara I Aceh Besar, juara II Aceh Barat, juara III Aceh Tamiang, juara IV Aceh Barat Daya, dan juara V Aceh Utara. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *