Suwanusantara.com. Banda Aceh – Berbagai terobosan terus digagas Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh untuk meningkatkan kualitas pendidikan daerah ini. Salah satunya, pilot proyek Sekolah Ramah Anak. Tahap awal ada tiga sekolah.
Kabid Pembinaan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh, Jailani Yusti, S.Ag, M.Pd mengatakan, pendidikan inklusif adalah masalah pendidikan yang memandang hak dan kewajiban semua anak itu sama. Artinya, anak-anak yang berkebutuhan khusus itu harus harus dilayani bersama anak-anak yang normal, artinya di sekolah regular.
Hal ini diungkapkan Jailani Yusti saat menerima kunjungan Ketua Yayasan Save Education Aceh (SEA) Aishah,S.Pd, M.pd, di ruang kerjanya Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh, Rabu sore (3/11/2021).
Terkait dengan implementasi pelaksanaan program pendidikan inklusif di sekolah regular, lanjut Jailani, sudah berjalan jauh, bahkan sebelum tahun 2012 atau 2011. Namun dalam pelaksnaannya, masih banyak butuh perhatian kita bersama terkait adanya pemahaman masyarakat yang masih berbeda, adanya perbedaan pandangan guru dan juga terkait dengan sarana dan prasarana serta pendudkung lainnya.
“Sehingga untuk inilah butuh kerjasama kita, sehingga benar-benar yang kita inginkan itu sekolah inklusif itu berjalan dengan baik”, harap mantan Kepala SMPN 2 Banda Aceh ini.
Ditanya pendapatnya tentang sekolah ramah anak yang sudah berjalan ini, Jailani menyebut, program sekolah ramah anak, pada tahun-tahun terakhir ini mendapat perhatian khusus dari pemerintah, terbukti dengan adanya luncuran beberapa program tentang pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini kementerian bahwa guru, masyarakat dan orang tua itu perlu bimbingan dan pengetahuan yang luas, sehingga sama persepsi terhadap pelaksanaan sekolah inklusif.
“Untuk itu mari sama-sama kita pahamkan, kita mengerti bahwa sekolah rama anak itu wajib diterapkan. Baik ramah terhadap anak itu sendiri, barangkali kita juga butuhkan ramah terhadap guru, karena ada konsep-konsep lain yang menjadi persoalan-persoalan yang muncul”,katanya.
Katakanlah ada seorang guru dalam mendidik, lanjutnya, tapi orangtuanya tidak ramah terhadap gurunya. Ini juga ada timbal balik daripada keramahan pada konteks lembaga pendidikan, urainya.
Kesetaraan Pendidikan Anak Bangsa
Jailani Yusti lebih lanjut berharap, tentu yang kita inginkan dari pendidikan itu sendiri adalah kesetaraan dari seluruh anak bangsa yang punya hak yang sama terhadap pendidikan. Maka sebagaimana yang kita sampaikan, inklusi yang selama ini kita laksanakan di sekolah regular itu sudah mulai mendapat dukungan dari semua pihak.
“Tentu, harapan kita adalah terus terjadi pembinaan-pembinaan, sosialiasi dan tentu kita siapkan berbagai perangkat lainnya yang dibutuhkan. Katakanlah semacam kebutuhan guru, fasilitas, dan juga kurikulum barangkali yang harus kita terapkan secara baik, sehingga capaian-capaian itu bisa diukur dengan sempurna”, ujar Jailani Yusti.
Ucapan Terima Kasih
Jailani Yusti seraya mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Save Education Aceh yang dipimpin Aisyah, telah memfasilitasi dan berkolaborasi kerjasama kementerian dalam hal ini P4TK untuk menghadirkan kegiatan pelatihan kepada guru-guru, bahkan perwakilan komite terhadap kemampuan sekolah mengelola dalam pelaksanaan inklusi dan ramah anak.
“Untuk itu kita sudah melaksanakan pelatihan ini selama dua kali. Dilat satu dan Diklat dua, yang diajarkan oleh ahli-ahlinya dari P4TK dan bekerjasama dengan SEA. Mereka sudah melakukan penelitian awal, melaksanakan kegiatan membawa program sehingga, tiga sekolah itu sebagai pilot proyek untuk pelaksanaan inklusi ataupun ramah anak, dan mereka sudah dilatih sampai kepada identifikasi anak, apa-apa yang dibutuhkan, kemudian bagaimana meracik kurikulum.
Tiga Sekolah Dasar (SD) tersebut, SD Negeri 20 Kota Banda Aceh, SD Negeri 25 Kota Banda Aceh, dan SD Negeri 56 Kota Banda Aceh. “ Tiga SD di Banda Aceh ini menjadi target Program Sekolah Ramah Anak di Aceh “, katanya.
Bisa Diimbaskan Pada Sekolah Lain
Untuk ke depan, papar Jailani Yusti, tentu harapan kita akan kita kembangkan sebagaimana harapan juga para P4TK yang sudah menggelontorkan kegiatan untuk bisa diimbaskan pada sekolah lain, maka dinas merancang sekolah-sekolah mana nanti bagiannya dari sekolah ini menjadi rujukannya adalah sekolah tertentu.
Misal, dia mencontohkan, untuk SDN 24 dalam pelatihan ini tidak ikut, jadi akan kita kolaborasikan kepada induknya SDN 25, misalnya.
“ Jadi harapan kita, walaupun ini hanya tiga sekolah, P4TK akan hadir kembali di tahun depan membimbing, mengarahkan sambil bersama dengan Dinas Pendidikan agartahun depan agar bisa seluruh sekolah dapat memahami dan melaksanakan sekolah inklusi dan ramah anak ini secara serentak”, tutupnya. (Kas).