Pergelaran Festival Ornamen Aceh (FOA) 2023 selasa (13/6/2023) resmi berakhir. Festival yang berlangsung selama empat hari sejak 10-13 juni 2023 yang berlokasi di Museum Tsunami ini berhasil menarik antusias masyarakat yang datang untuk mengenal seni ornamen-ornamen asli Aceh dimasa lalu.
Pengunjung yang terpantau datang menikmati keindahan seni ornamen yakni mulai dari siswa taman kanak-kanak yang sedang study tour di museum, remaja, hingga pejabat daerah yang menyaksikan keindahan ornamen-ornamen tempo dulu. Masyarakat mulai berminat, mengagumi, dan mencintai ornamen-ornamen Aceh.
Meskipun festival ini merupakan pergelaran perdana, namun ada banyak jenis seni ornamen yang ditampilkan di FOA ini. Mulai dari ornamen batu nisan, mushaf, khat, pahatan kayu, anyaman, menyulam, dan lain-lain. Festival seni ornament ini mengangkat isu keberagaman di Aceh dan mengusung tema “Menemukan wajah Aceh lewat ornamen”.
Seperti yang sudah diketahui, festival ini digelar sebagai upaya penyelamatan dan pewarisan pengetahuan, estetika, serta beberapa unsur lain dari kebudayaan Aceh.
Melalui ornamen dan berbagai peristiwa dalam rangkaian event ini, penyelenggara ingin meletakkan diri bukan hanya sebagai penyelamatan karya-karya seni ornament penting peninggaan peradaban Aceh, namun juga ingin menjelajah lebih dalam untuk bisa masuk ke dalam cita rasa penciptaan yang pekat dan meusaneut, khas dari provinsi Aceh.
Festival ini sukses berkat kerjasama antar dari berbagai komunitas seperti Masyarakat peduli sejarah Aceh (Mapesa), Akar Imaji, Sekar Belati, Rungka, Disabilitas Seni, Kamp Konsentrasi Seni, Kamp Biawak, Kamp Kulu, Pedir Museum, Institut Seni Budaya Indonesia, dan Komite Seni Budaya Nusantara Provinsi Aceh.
Kemendikbud melalui Dana Indonesiananya memberikan dukungan agar festival ini berjalan dengan sukses. Dana Indonesiana adalah kegiatan pendukungan berupa fasilitasi dana hibah yang diberikan kepada suatu kelompok kebudayaan atau perseorangan. Berikutnya dukungan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), serta Laboratorium Aceh Rakitan.
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) kabupaten Aceh besar Asnawi Zainun beserta rombongan terlihat hadir dalam pergelaran festival ini. Disambut oleh Iskandar sebagai ketua ketua Laboratorium Seni Aceh Rakitan. Kemudian, diajak untuk berkeliling untuk menikmati ornamen-ornamen yang terpajang diarea festival.
Asnawi mengatakan festival ornamen ini sangat luar biasa karena ada pemuda-pemuda Aceh yang menggagas FOA ini.
“Ketika kita amati, ternyata ornamen ini sangat luar biasa. Dikerjakan dengan sangat teliti oleh pelaku seni dijaman lalu dan dengan nilai seni yang sangat luar biasa. Apalagi dengan variasi bentuk, media, dan sebagainya”, ungkap Asnawi.
Menurutnya, event-event seperti ini perlu sering-sering digelar dan diharapkan kedepannya seluruh komponen masyarakat dan pemerintah mendukung kegiatan yang seperti ini. Majelis Adat Aceh (MAA) kabupaten Aceh Besar siap mendukung sesuai dengan kapasitas, tugas, dan fungsi dalam hal pembinaan kehidupan adat.
Saat ini, MAA Aceh Besar sedang menggarap sebuah tulisan yaitu menafsir makna filosofi motif tenun Aceh, seperti Pucok Reubong (Pucuk Rebung). Pucok Reubong bermakna sesuai dengan sifat aslinya sendiri yakni elastis dan dinamis. Jaman dulu saat proses pembangunan rumah adat, ada beberapa rumah yang terdapat ornamen Pucok Reubong, seperti rumah adat Cut Mutia, rumah adat di Matangkuli, dan rumah ada di Tanah Luas. Pucok Reubong bermakna pendidikan dini yang baik kelak akan membentuk karakter yang baik.
Festival ini juga dihadiri oleh Suwardi, seorang seniman Aceh yang ahli dalam menulis syair-syair dan ahli seumapa. Beliau ditugaskan oleh Kepala Perhubungan Angkatan Darat Kodam (Kahubdam) Iskandar Muda untuk menterjemahkan hikayat “Sanggamara” ke dalam Bahasa Indonesia. Sanggamara memiliki arti kurang lebih menolak malapetaka. Hikayat Aceh ini merupakan hikayat generasi pertama yang ditulis dengan aksara Arab.
“Hal ini kita lakukan untuk anak cucu kita dimasa depan. Apalagi dilakukan pada event yang seperti ini, menggabungkan makna-makna filosofii dengan syair” ungkap Suwardi.
Selanjutnya, Iskandar sebagai ketua Laboratorium Aceh Rakitan menyampaikan beberapa hal pada penutupan FOA 2023 dan ucapan apresiasinya kepada seluruh komunitas, lembaga, dan pengunjung telah hadir untuk mengenal ornamen-ornamen Aceh.Serta dukungan dan saran yang diberikan sangat bermanfaat bagi kemajuan festival ini untuk tahun-tahun mendatang.
“Harapan saya kepada semua pihak yang peduli dengan hal yang seperti ini harus mendukung, agar kedepannya ada banyak hal yang kita munculkan di FOA” ungkap Iskandar.
Iskandar menambahkan bahwa festival yang seperti ini dijadikan sebagai event prioritas ketika berbicara tentang kebudayaan sebuah negara ataupun daerah dalam konteks ke Indonesiaan. Apalagi tema yang diusung oleh FOA adalah hal-hal yang mendukung proses bernegara yaitu dengan tema “Keberagaman”. (Redaksi)